Senin, 17 November 2014

Analisis Perbandingan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W.S.Rendra dengan Puisi “Lautan” karya Rustam Efendi

Analisis Perbandingan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W.S.Rendra dengan Puisi “Lautan” karya Rustam Efendi


created by: Roselyn Nainggolan


ABSTRAK

NAINGGOLAN, ROSELYN : Analisis Perbandingan Struktur Batin dan Struktur Fisik Puisi  “Lautan” Karya W.S.Rendra dengan Puisi “Lautan” karya Rustam Effendi.

                Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra diciptakan sesuai dengan unsur-unsurnya. Sehubungan dengan judul penelitian ini, peneliti berusaha memahami perbedaan dan persamaan kedua puisi tersebut di atas. Kedua puisi tersebut memiliki judul yang sama dengan pengarang yang berbeda. Adapun yang diteliti dalam penelitian ini adalah struktur fisik puisi yang terdiri dari : disi, imajinasi, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, tipografi, dan struktur batin yang terdiri dari : tema, rasa, nada, dan amanat.
                Karya sastra seperti puisi, mengandung banyak pesan yang ingin disampaikan penngarang kepada masyarakat pembaca atau penikmat, sehingga dalam menuangkan idenya pengarang berusaha menggunakan bahasa-bahasa yang menarik perhatian sekaligus merangsang pembaca untuk lebih memahami puisi tersebut. Sehubungan dengan itu, melalui penelitian ini peneliti mencoba melihat persamaan dan perbedaan puisi “Lautan” karya W.S.Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi. Unsur-unsur yang diteliti adalah struktur fisik dan struktur batinnya seperti yang tesebut diatas.
                Untuk menganalisi puisi tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis. Data diperoleh dengan cara membaca puisi “Lautan” karya W.S.Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi secara berulang-ulang kemudian mendeskripsikan hasil analisis yang dilakukan, yakni analisis struktur batin dan struktur fisik puisi tersebut.
                Setelah diteliti, ternyata ada persamaan dan perbedaan struktur batin dan struktur fisik yang terdapat di dalam kedua-dua puisi tersebut.
                Melalui analisis struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S.Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi, disampaikan kepada masyarakat pembaca agar dapat menghayati dan menghargai hasil karya sastra serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut khususnya puisi dalam kehidupan yang lebih baik.

Pematangsiantar,                       2012


Dra. Roselyn Nainggolan, M. Pd




DAFTAR ISI
ABSTRAK...............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
1.2    Masalah Penelitian...................................................................................................4
1.3    Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.4    Tujuan Penelitian.....................................................................................................6
1.5    Manfaat Penelitian...................................................................................................7
1.6    Asumsi Penelitian....................................................................................................8
BAB II            LANDASAN TEORITIS
                        2.1 Pengertian Apresiasi Sastra.......................................................................................9
                        2.2 Pengertian Puisi.......................................................................................................11
                        2.3 Struktur yang membangun Puisi.............................................................................12
                                    2.3.1 Struktur Fisik............................................................................................14
                                    2.3.2 Struktur Batin...........................................................................................31
                        2.4 Riwayat Hidup Pengarang.......................................................................................34
                                    2.4.1 Riwayat Hidup W. S. Rendra...................................................................34
                                    2.4.2 Riwayat Hidup Rustam Efendi.................................................................35
BAB III          METODOLOGI PENELITIAN
                        3.1 Metode Penelitian....................................................................................................37
                        3.2 Pengumpulan Data..................................................................................................38
                        3.3 Pengolahan Data......................................................................................................38
                        3.4 Sumber Penelitian...................................................................................................39
BAB IV          PEMBAHASAN
4.1 Analisis Srtuktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan”   Karya W. S. Rendra...........................................................................................................................40
4.1.1 Analisis Struktur Global Puisi “Lautan” Karya           W. S. Rendra...............................................................................................................41
4.2.2 Analisis Struktur Fisik Puisi “Lautan” Karya              W. S. Rendra...............................................................................................................43
4.1.3 Analisis Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya            W. S. Rendra...............................................................................................................52
4.2 Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya       Rustam Efendi............................................................................................................................55
4.2.1 Analisis Struktur Global Puisi “Lautan” Karya                Rustam Efendi................................................................................................................56
4.2.2 Analisis Struktur Fisik Puisi “Lautan” Karya         Rustam Efendi................................................................................................................57
4.2.3 Analisis Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya      Rustam Efendi................................................................................................................64
4.3 Analisis Perbandingan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra dengan Puisi “Lautan” Karya Rustam Efendi..............................................66
4.3.1 Persamaan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra dengan Puisi “Lautan”  Karya Rustam Efendi.....................................66
4.3.2 Perbedaan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S.Rendra dengan Puisi “Lautan” Karya Rustam Efendi...................................67
BAB V            SIMPULAN DAN SARAN
                        5.1 Simpulan.................................................................................................................69
                        5.2 Saran.......................................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................73









BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang sangat penting untuk menyampaikan pikiran atau gagasan antar sesama anggota masyarakat. Komunikasi melalui bahasa membuat membuat setiap orang untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, mengungkapkan apa yang dilihat, dialami dan dirasakannya kepada orang lain. Disamping itu, melalui bahasa seseorang dapat juga menyelidiki, mempelajari, dan memahami adat istiadat, ekonomi, teknologi, politik dan sosial budaya.
Bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan. Dari cara berbicara seseorang dapat kita mengetahui latar belakang pendidikan, pergaulan, adat istiadat dan budayanya. Semua gejolak kemanusiaan yang ada dalam kehidupannya diutarakan kepada orang lain dengan menggunakan bahasa, baik dalam komunikasi sehari – hari maupun dalam bentuk sastra yang pada akhirnya menghasilkan karya sastra.
Karya sastra sebagai salah satu produk budaya, menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan gagasan atau ide yang terkandung di dalamnya, diciptakan oleh pengarang untuk mencerminkan masyarakat sesuai kehidupan masyarakat dengan kebudayaannya. Dengan demikian, jika kita dapat mempelajari dan memahami segala hasil karya sastra, maka kita dapat mempelajari dan memahami masyrakatnya. Hal ini didukung dengan pendapat Jakob Sumarjo (1979:30 ) menyatakan : “Sastra merupakan produk suatu masyarakat yang mencerminkan masyarakatnya, dimana obsesi masyarakat menjadi obsesi pengarang yang merupakan salah satu anggota masyarakat. Dengan demikian, mempelajari sastra dapat mempelajari masyarakat karena sastra bukan kenyataan sosial yang mengalami proses pengolahan pengarang sebab pengarang melahirkan karyanya karena ingin memperbaiki kesalahan – kesalahan.
Dari kutipan di atas dapat dikatakan bahwa karya sastra itu jelas merupakan hasil cipta yang lahir dari masyarakat sekaligus memberikan gambaran masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat dipahami karena pengarangnya adalah orang yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat untuk memberikan aksi dan reaksi terhadap peristiwa atau pernyataan sosial yang terjadi disekelilingnya, baik secara individu maupun secara menyeluruh.
Puisi sebagai salah satu bentuk karya sastra mengandung banyak pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada masyarakat pembaca atau penikmat, sehingga dalam menuangkan idenya pengaran berusaha menggunakan bahasa – bahasa yang dapat menarik perhatian sekaligus merangsang pembaca untuk lebih memahami puisi tersebut dan mengaplikasikan nilai – nilai yang bermakna dalam kehidupannya.
Pada hakekatnya puisi berfungsi untuk mengungkapkan pengalaman yang penting karena puisi lebih terpusat dan terorganisir. Fungsi tersebut bukanlah menerangkan sejumlah pengalaman, tetapi membiarkan pembaca untuk terlibat secara imajinatif dalam pengalaman tersebut.
Menurut Waluyo, sebuah puisi dibangun dari dua segi yakni : segi intrinsik yang disebut dengan struktur batin, dan segi ekstrinsik disebut juga struktur fisik. Struktur batin puisi menyangkut unsur tema (sense), feeling (rasa), tone (nada), dan intention (amanat). Sedangkan struktur fisik menyangkut unsur diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi dan tipografi (1991:28).
Pengalaman penulis bahwa puisi merupakan salah satu bahan ajar yang perlu digeluti di bangku sekolah mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Oleh karena itu,untuk menigkatkan minat dan menambah wawasan bagi para pembaca serta memperdalam ilmunya tentang puisi, dengan mengkaji struktur fisik dan struktur batinnya. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius, sebagai salah satu usaha pembinaan sikap para pembaca dan pengembangan sastra Indonesia yang merupakan aset budaya nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang puisi, secara khusus puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi. Bila dperhatikan kedua puisi tersebut mengandung banyak pesan yang inggin disampaikan pengarang kepada para pembacanya.Kedua puisi itu mempunyai judul yang sama yaitu “Lautan” tetapi pengarangnya masing – masing mempunyai sudut pandang yang berbeda.
Penilis juga ingin melihat bagaimana perbandingan kedua puisi tersebut dari struktur fisik dan struktur batinnya. Hal ini mendoronng penulis untuk melakukan penelitian dengan memperbandingkan kedua puisi tersebut dari struktur fisik dan struktur batinnya. Sehingga penulis menyimpulkan judul yang akan diteliti adalah “Analisis Perbandingan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W.S.Rendra dengan Puisi “Lautan” karya Rustam Efendi.”

1.2    Masalah Penelitian
Suatu penelitian timbul karena ada masalah, sedangkan masalah muncul apabila ada kesenjangan antara yang semestinya ada dengan yang ada pada kenyataan. Masalah tersebut muncul dari berbagai aspek kehidupan. Masalah penelitian tersebut tidak boleh terlalu luas dan tidak boleh terlalu sempit. Dengan demikian masalah penelitian perlu dibatasi agar pembicaraan dapat terarah, terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan.
Oleh karena itu mengingat banyaknya karya – karya sastra yang dihasilkan oleh W.S. Rendra dan Rustam Efendi yang memiliki permasalahan yang berbeda – beda, sekaligus dengan kemampuan penulis yang masih terbatas, maka penulis tidak membicarakan secara menyeluruh, melainkan membatasi permasalahan khusus karya sastra yang berbentuk puisi. Dari sekian banyak puisi tersebut penulis hanya membicarakan satu puisi dari masing – masing hasil karya pengarang. Sedangkan bahan kajiannya dilakukan dengan penekanan kepada analisis perbandingan struktur fisik dan struktur batin dari kedua puisi tersebut.

1.3    Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting dan harus dilakukan dalam suatu tulisan ilmiah. Nazir (1988:33) menyatakan, “Perumusan masalah merupakan hulu penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan sulit dalam penelitian ilmiah”.
Dengan demikian, permasalahan penelitian yang dilakukan terhadap penelitian ini perlu dirumuskan. Adapun rumusan yang dimaksud dapat diperhatikan dalam bentuk pernyataan sebagai berikut : “Bagaimana perbandingan struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi”?. Rumusan masalah ini dapat diperinci menjadi hal yang lebih khusus menjadi :
1.      Bagaimanakah struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra ?
2.      Bagaimanakah struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya Rustam Efendi ?
3.    Bagaimanakah persamaan struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S.Rendra dengan Rustam Efendi ?
4.    Bagaimanakah perbedaan struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dengan Rustam Efendi ?

1.4    Tujuan Penelitian
Setiap orang yang melakukan pekerjaan pasti ada tujuannya. Demikian juga halnya dengan penelitian ini mempunyai tujuan tertentu.”Tujuan penelitian sangat besar pengaruhnya terhadap komponen atau elemen penelitian lainnya terutama metode, teknik, alat maupun generalisasi yang diperoleh. Oleh karena itu, ketajaman seseorang dalam merumuskan tujuan penelitian akan dilaksanakan, karena tujuan penelitian pada dasarnya merupakan titik anjak dan titik tujuan yang akan dicapai seseorang melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya”(Ali, 1982:9).
Sehubungan dengan itu, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.      Untuk mengetahui struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra.
2.      Untuk mengetahui struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya Rustam Efendi.
3.      Untuk mengetahui persamaan struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi.
4.      Untuk mengetahui perbedaan struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi.

1.5    Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah diungkapkan di atas, maka manfaat penelitian ini adalah :
1.      Dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan penulis tentang masalah yang diteliti.
2.      Sebagai bahan informasi bagi guru – guru yang mengajarkan Bahasa Indonesia khusunya pengajaran apresiasi puisi di sekolah – sekolah.
3.      Mendukung teori yang menyatakan bahwa kemampuan analisis puisi akan tercermin dari keseringan mahasiswa menggauli puisi – puisi.
4.      Menjadi salah satu sumber penelitian ilmiah, bila suatu saat dilakukan penelitian yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
1.6    Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian merupakan anggapan dasar yang menjadi titik tolak penelitian yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno Surakhmad dalam Suharsimi (1989:55) yang menyatakan : “Asumsi merupakan titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik”.
Sehubungan dengan pendapat di atas, maka asumsi atau anggapan dasar dalam penelitian ini bahwa puisi “Lautan” karya W.S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi dibangun dari dua segi yakni struktur fisik dan struktur batin, dan terdapat persamaan serta perbedaan di dalamnya.














BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Pengertian Apresiasi Sastra
            Sebelum memahami pengertian Apresiasi Sastra lebih jauh perlu diketahui bahwa kata Apresiasi berasal dari bahasa Inggris yakni “To Appreciation” yang artinya penghargaan. Ditinjau dari etimologinya, istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin “Apreciatio” yang berarti mengindahkan atau menghargai.
            Untuk memperoleh pengertian yang lebih jelas, penulis mengutip pendapat para ahli. Menurut Poerwadarminta (1976:55), dalam bukunya “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, bahwa apreisiasi adalah penilaian baik penghargaan misalnya pada karya sastra dan seni. Demikian juga Natawijaya (1980:1) dalam bukunya “Apresiasi Sastra dan Budaya”, menyatakan, “Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas suatu hasil seni atau budaya”. Michael Philip West, MA dalam Natawijaya (1982:1) yang menyatakan, “Apreciation is judge the value of feel that a thing is good understand in what way it is good” (Apresiasi adalah menimbang suatu nilai, merasakan bahwa benda itu baik dan mengerti mengapa baik)”. Sedangkan S. Effendi (1974:18) juga mengemukakan, “Apresiasi Sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh – sungguh, sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan terhadap cipta sastra”. Menurut H.G. Tarigan (1984:233) menyatakan, “Apresiasi adalah penafsiran kualitas karya sastra serta pemberian yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar serta kritis.”
            Dari pendapat para ahli tersebut di atas dapat dismpulkan bahwa apresiasi sastra adalah kepekaan penjiwaan batin terhadap nilai – nilai karya sastra sehingga pembaca mengenal, menafsirkan, menghayati serta dapat menikmati nilai – nilai karya sastra tersebut melalui apresiasi sastra.
            Kemampuan untuk menghargai atau menilai hasil karya sastra adalah suatu wujud kemampuan untuk mengapresiasi karya sastra. Seseorang yang mempunyai kemampuan mengapresiasi sastra biasanya peka pikiran kritis dan perasaan yang baik. Ia senang membaca cerita, senang membicarakannya, dan senang mendengar cerita. Hal ini merupakan perilaku nyata yang biasanya diperlihatkan oleh masyarakat, maupun seseorang yang peka pikiran kritisnya dan peka perasaanya terhadap karya sastra.
            Jika seseorang telah mampu mengapresiasi hasil karya sastra, maka pengarang mampu mengambil nilai – nilai yang terkandung dalam puisi tersebut serta mampu mengaplikasinkannya dalam kehidupan sehari – hari. Karena melalui karya sastra pengarang dapat menyampaikan sikap, pendapat dan pengalamannya kepada orang lain atau kepada pembaca dan peminat sastra.
2.1 Pengertian Puisi
            Secara etimologis istilah puisi dari bahasa Yunani “Poesis” yang berarti penciptaan atau pembuatan. Dalam Bahasa Inggris disebut dengan “Poem” atau”Poetry”, yang berarti “Membuat” atau “Pembuatan”. Hal ini dikatakan karena melalui puisi pada dasrnya seorang telah menciptakan dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, abik fisik maupun batinnya.
            Menurut Waluyo (1991:25) “Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapakan pikiran atau perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya”.
            Hudson dan Aminuddin (1991:134) menyatakan, “Puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata – kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya”. Pengertian ini dapat dipahami karena memang seorang sering kali diajak oleh suatu ilusi tentang keindahan terbawa dalam suatu angan – angan, sejalan dengan keindahan penataan unsur bunyi, pencipta gagasan, maupun suasana tertentu sewaktu membaca puisi.
            Selain itu Herbert Spencer dalam Waluyo (1991:23) menyatakan “Puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada emosi yang berpacu kembali dalam kedamaian”. Sedangkan Shelly dalam Waluyo (1991:23) berpendapat, “Puisi adalah rekaman dari saat- saat yang paling baik dan paling menyenangkan”.
            Perlu disadari bahwa rumusan tentang puisi cukup banyak. Hal ini terjadi karena begitu banyaknya ragam puisi sehingga rumusan pengertian tentang puisi untuk salah satu bentuk puisi dapat sesuai, tetapi bila diterapkan untuk bentuk puisi yang lain belum tentu sesuai. Oleh karena itu, seringkali menemukan kesulitan bila diminta untuk menjelaskan pengertian puisi. Namun demikian dari sejumlah pendapat para ahli di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang diekspresikan dari pengalaman hidup seseorang yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair.
2.3 Struktur yang membangun Puisi
            Puisi dibangun oleh dua unsur pokok, yakni struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan struktur batin dan struktur makna. Kedua unsur ini disebut struktur karena teridiri atas unsur – unsur yang lebih kecil yang bersama – sama membangun kesatuan sebagai struktur dan saling jalin – menjalin secara fungsional.
            Waluyo (1991:28) “Struktur batin puisi terdiri atas tema, nada, perasaan dan amanat. Sedangkan struktur fisik puisi terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, majas, versifikasi, dan tipografi puisi. Majas terdiri atas lambang dan kiasan sedangkan versifikasi terdiri atas rima, ritma, dan metrum”.
            Menurut Richard, puisi itu dibangun oleh dua unsur yaitu hakekat dan metode. Unsur hakekat itu terdiri dari : (1) Tema atau arti(Sense), (2) Rasa (Feeling), (3) Nada (Tone), (4) Amanat (Intention). Dan unsur metode itu terdiri dari : (1) Diksi (Diction), (2) Imajinasi (Imagenary), (3) Bahasa Figuratif (Figuratif Language), (4) Kata Konkret (The Concret Word), (5) Rima dan Ritme .
            Lebih lanjut Dick Hartoko menyebutkan unsur – unsur yang lazim dimasukkan ke dalam metode puisi, yaitu yang disebut versifikasi(dalamnya ada rima, ritma dan metrum) dan tipografi. Tipografi puisi ini perlu dimasukkan dalam unsur puisi karena penyair mempunyai maksud tertentu dalam memilih tipografi puisinya (Waluyo, 1995:27).
            Bila diamati dari beberapa pendapat ahli di atas, mereka mempunyai banyak persamaan, hanya sedikit saja perbedaannya yang terdapat pada struktur fisik yaitu tipografi (Tata wajah). Hal ini disebabkan cara pandang mereka yang sedikit berbeda yaitu bentuk penulisan puisi itu sendiri.
            Bertitik tolak dari pendapat para ahli di atas, penulis lebih cenderung pada unsur – unsur puisi yang terdiri daridua bagian yaitu struktur fisik puisi dan struktur batin puisi. Adapun struktur fisik puisi meliputi : (1) Diksi (Diction), (2) Imajinasi (Imagenary), (3) Kata Konkret (The Concret Word), (4) Bahasa Figuratif (Figuratif Language), (5) Versifikasi, (6) Tata Wajah (Tipografi). Struktur batin terdiri atas : (1) Tema atau arti(Sense), (2) Rasa (Feeling), (3) Nada (Tone), (4) Amanat (Intention).
            Semua unsur – unsur yang disebutkan di atas merupakan suatu kesatuan karena setiap unsur berhubungan satu sama lain dalam membentuk puisi yang mempunyai makna. Untuk lebih memahami struktur puisi di atas, penulis akan menguraikannya satu persatu.
1.      Struktur Fisik
Unsur – unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur – unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi unsur – unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur – unsur tersebut yakni :
A.     Diksi (Diction)
Diksi (Diction) berarti Pilihan Kata (Tarigan 1984:29). Jika dipandang sepintas lalu kata – kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari – hari. Walaupun demikian haruslah disadari bahwa penempatan serta penggunaan kata – kata dalam puisi dilakukan secara hati – hati dan teliti serta lebih tepat. Kata – kata yang dipergunakan dalam dunia persajakan tidak seluruhnya bergantung pada makna denotatif, tetapi lebih cenderung pada makna konotatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Situmorang (1981:19) bahwa : “Diksi adalah pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat dan seteliti mungkin”.
Dalam memilih kata – kata puisi, penyair harus mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata tersebut di tengah – tengah kontekas kata lain, serta kedudukan kata dalam kesekuruhan puisi. Di samping itu, penyair perlu memilih kata – kata yang tepat, juga mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata – kata tersebut.
Mengingat begitu pentingnya pemilihan kata dalam puisi sekaligus mempertinbangkan berbagai aspek estetis, maka kata – kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisi bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padanan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda. Bahkan, sekalipun unsur bunyinya hampi mirip dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih tidak boleh diganti.
            Sebagai contoh :
                        Kalau sampai waktuku/ Ku mau tak seorang kan merayu
(Doa, Chairil Anwar)
            Kata – kata dalam baris itu tidak boleh dibolak – balik menjadi :
                        Kalau sampai saatku/ ku ingin tak seorang kan membujuk
Penggantian urutan kata dan penggantian kata – kata akan merusak konstruksi puisi itu sehingga kehilangan gaya gaib yang ada dalam puisi.
   
B.     Imajinasi atau Daya Bayang (Imagery)
Waluyo (1981:78) menyatakan “Pengimajian adalah kata atau susunan kata – kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan”. Sementara Tarigan (1984:30) menyatakan, “Imajinasi atau imagery yaitu segala yang dirasai atau dialami secara imajinatif”.
Semua penyair ingin menyuguhkan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut ialah dengan pemilihan serta penggunaan kata – kata yang tepat itu dapat memperkuat serta memperjelas daya bayang pikiran pembaca, dan energi tersebut dapat pula mendorong imajinasi atau daya bayang kita untuk menjelmakan gambaran yang nyata. Hal ini didukung oleh Supriadi (1993:351) menyatakan, “Imagery atau daya bayang adalah suatu kata atau kelompok kata yang digunakan untuk menggunakan kembali kesan – kesan panca indra dalam jiwa kita ”.
Dalam karyanya, sang penyair berusaha sekuat daya agar para penikmat dapat melihat, merasakan, mendengar, menyentuh bahkan mengalami segala sesuatu yang terdapat dalam puisinya. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah – olah dapat dilihat (Imaji Visual), didengar (Imaji Auditif), atau dirasa (Imaji Taktil) (Waluyo 2003:10).
-          Imaji Visual (Imaji Penglihatan) menampilkan kata atau kata – kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair seperti dapat dilihat oleh pembaca.
Contoh :
            ..............
            Tuhanku
            Aku hilang bentuk
            Remuk

            Tuhanku
            Aku mengembara di negeri asing
           
            Tuhanku
            Di pintuMu aku mengetuk
            Aku tidak bisa berpaling
                                               
                                                (Doa, Chairil Anwar)
-          Imaji Auditif (Pendengaran) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah – olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair.
Contoh :
            Ia dengar kepak sayap kelelawar dan gugur sisa hujan dari daun
Karena angin pada kemuning. Ia dengar resah kuda serat
Langkah pedati. Ketika langit bersih menampakkan bima sakti
................
                                                            (Asmaradana, Gunawan Muhammad)
-          Imaji Taktil (Perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya.
Contoh :
           
            ...............
            Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
            menyisir semenanjung, masih pengap harap
            Sekali tiba diujung dan sekalian selamat jalan
            Dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekat
                                                (Senja Di Pelabuhan Kecil : Chairil Anwar)
C.     Kata Konkret (The Concrete Word)
Menurut Waluyo (1981: 81), “Kata konkret adalah kata – kata yang dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh”. Hal itu senada dengan Tarigan (1984:31-32) menyatakan : “Kata konkret atau kata nyata adalah kata konkret dan khusus, bukan kata yang abstrak dan bersifat umum”.
Salah satu cara pengarang untuk membangkitkan imajinasi atau daya bayang para pembaca puisi adalah dengan mempergunakan kata – kata yang tepat, kata – kata yang kokret, yang dapat meyarankan suatu pengertian yang menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata – kata yang penuh asosiasi dalam karyanya, maka semakin baik pula ia menjelmakan imajinasi, sehingga para pembaca menganggap bahwa menganggap bahwa mereka benar – benar mengalami segala sesuatu yang dialami sang penyair.
            Contoh :
                        .............
                        Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi
                        Bulan berkhianat, gosokkan tubuhnya pada pucuk – pucuk para
                        Mengipit kuat – kuat lutut penunggang perampok yang diburu
                        Surai bau keringat basah, jenautipun telanjang
                                                (Balada Terbunuhnya Atmokarpo : W.S. Rendra)
-          Kuku besi mengkonkretkan dari kaki kuda yang bersepatu besi.
-          Perut bumi mengkonkretkan dari kuda menapaki jalan yang tidak beraspal.
-          Penunggang perampok yang dibunuh mengkonkretkan dari Karpo sebagai perampok yang naik kuda.
-          Surai bau keringat basah mengkonkretkan dari perjalanan Atmokarpo yang meletihkan.
D.    Bahasa Figuratif (Figurative Language)
Waluyo (1991:83) berpendapat, “Bahasa Figuratif ialah bahasa yang digunakan penyair untuk manyatakan sesuatu dengan cara tidak langsung mengungkapkan makna. Kata atau bahasa yang digunakan adalah makna kias atau makna lambang”. Selanjutnya Situmorang (1981:22) menyatakan, “Figuratif  Language ialah cara yang dipergunakan penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imajinasi dengan mempergunakan gaya bahasa, gaya perbandingan, gaya kiasan, gaya pelambang sehingga makin jelas makna atau lukisan yang hendak dikemukakannya”.
Bhasa figuratif terdiri atas pengiasan yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang. Bhasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Adapun makna yang dimaksud antara lain :
1.      Makna Kiasan (Gaya Bahasa)
Makna kiasan ialah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Keraf, 2004:114).
Tujuan penggunaan kiasan ialah untuk menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif dan lebih sugestif dalam bahasa puisi. Jenis bagian kiasan yang dimaksud seperti : metafora (kiasan langsung), personifikasi, hiperbola, ironi, eufemisme dan lain sebagainya.
2.      Makna Lambang (Pelambangan)
Yang dimaksud pelambangan adalah cara atau perbuatan melambangkan. Seperti halnya kiasan, pelambangan digunakan penyair untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas sehingga dapat menggugah hati pembaca. Dalam puisi, banyak digunakan pelambangan yaitu panggantian suatu hal atau penggantian benda dengan hal serta tanda lain. Jenis – jenis lambang yang ada dalam puisi meliputi :
-          Lambang Benda adalah pelambangan yang dilakukan dengan menggunakan lambang benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair.
Contoh : Bendera dilambangkan dengan identitas negara, bersalaman melambangkan persahabatan, pertemuan, dan lain – lain.
-          Lambang Warna adalah pelambangan yang dilakukan dengan menggunakan lambang warna untuk mengungkapkan perasaan penyair. Lambang warna memberi makna tambahan pada warna untuk mengganti atau menambah makna yang sesungguhnya.
Contoh : Warna hitam melambangkan kesedihan, warna putih melambangkan kesucian.
-          Lambang Bunyi adalah makna khusus yang diciptakan oleh bunyi – bunyi atau perpaduan bunyi – bunyi tertentu.
Contoh :
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Meningat kau penuh seluruh
                                    (Doa, Chairil Anwar)

Penggalan bunyi tersebut didominasi bunyi (u) yang disuguhkan dengan menggunakan vokal berat yang melambangkan perasaan – perasaan kesedihan.
-          Lambang suasana adalah suatu keadan yang tidak dituliskan seperti apa adanya, tetapi digambarkan dengan keadaan lain.
Contoh :

Ku tulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak pergi dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
            (Surat Cinta : W.S. .Rendra)
Ungkapan :      -  Hujan gerimis melambangkan suasana sedih (duka)
- Tambur mainan anak peri yang gaib melambangkan cintanya yang luar biasa besarnya, bergema dan bergemuruh.
E. Versifikasi
            Versifikasi merupakan unsur pembentuk keindahan sebuah puisi, membaca sebuah puisi pertama sekali menikmati rima, ritma, dan metrum yang terdapat dalam puisi tersebut. Karena itu versifikasi terbagi atas tiga bagian, antara lain : (1) Rima, (2) Ritma, dan (3) Metrum.
1.      Rima
Waluyo (1991:90) menyatakan, “Rima adalah pengulangan bunyi yang membentuk musikalitas atau orkestrasi”. Untuk pengulangan bunyi, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini pemilihan bunyi – bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Menurut B.P. Situmorang (1981:33-34) rima adalah persamaan bunyi yang berulang – ulang yang kita temukan pada akhir atau pada akhir – akhir kata tertentu pada setiap baris. Beliau membedakan rima menjadi tiga bagian yaitu menurut tempat persamaan bunyinya ada rima awal dan ada rima akhir. Menurut sempurna tidaknya persamaan itu, ada rima sempurna dan ada rima tak sempurna. Kemudian, rima menurut susunannya, ada rima berangkai, rima berselang, rima berpeluk, aliterasi, asonansi, euphony, cacophony.
Ada beberapa hal yang terdapat dalam rima, yaitu :
a.       Anomatope
Anomatope adalah tiruan terhadap bunyi – bunyi yang ada. Dlam puisi, bunyi – bunyi yang dipilih oleh penyair diharapkan dapat memberikan gema atau memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan penyair.
Misalnya puisi berjudul “O”,”ngiau”, “terkekeh - kekeh” karya Sutardji Calzoum Bachri menggunakan kata – kata Anomatope seperti : ngiau, huss, puss, wau, haha, taktiktaktik,ping,waswas.
b.      Bentuk intern pola bunyi
Menurut Boulton dalam Waluyo yang dimaksud bentuk intern pola bunyi adalah alterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi.
c.       Pengulangan bunyi atau ungkapan
Pengulangan bunyi/ kata/ frasa memberikan efek intelektual dan efek magis yang murni. Dalam puisi “Bikin Sendiri Saja” terdapat pengulangan ungkapan “bikin sendiri saja” dan “jika tak bikin sendiri”. Hal ini dilakukan untuk memberikan tekanan yang lebih kuat.
Dari pendapat para ahli di atas menyimpulkan bahwa rima adalah persamaan bunyi maupun pengulangan bunyi yang terdapat dalam puisi. Rima tersebut dapat dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :
-          Rima sempurna, yaitu rima yang seluruh suku akhirnya brima sama.
Misalnya : hi – lang, bi – lang
-          Rima tak sempurna, yaitu rima yang terdapat pada sebagian suku akhir.
Misalnya : pu – lang
                  Tu – kang
-          Rima mutlak, yaitu rima yang apabila seluruh katanya berirama.
Misalnya : Mendatang – datang jua,
                  Kenangan lama lampau,
                  Menghilang muncul jua,
                  Yang dulu sinau – silau.
Kata jua yang diulang dua kalipada tempat yang sama yaitu berima mutlak.
-          Rima aliterasi, yaitu apabila yang berima itu bunyi – bunyi awal pada tiap – tiap kata yang sebaris, maupun pada baris – baris berlainan.
Misalnya : Bukan beta bijak berperi,
                  Pandai menggubah madahan syair,
Bunyi b pada kata –kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
-          Rima asonansi, yaitu apabila yang berima ialah vokal-vokalyang menjadi rangka kata-kata, baik pada satu baris maupun pada baris-baris yang berlainan.
Misalanya : me-ne-puk teluk
                     me-na-pak jalan
Yang disebut asonansi adalah vokal-vokal e-u-a
-          Rima disonansi, yaitu apabila yang berima ialah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata yang memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Misalnya : tin-dak  -  tan-duk ( i-a / a-u)
-          Rima awal, yaitu rima yang apabila kata-katanya berima terletak pada awal kalimat .
-          Misalnya : Bagaikan banjir gulung-gemulung
                  Bagaikan topan seruh-menderuh
                               Demikian rasa
                                  Datang semasa
                   Mengalir, menimbun, mendesah, mengepung
                   Memenuhi sukma, menawan tubuh
-          Rima tengah, yaitu rima yang apabila kata-kata berima terletak di tengah-tengah kalimat.
Misalnya : Berakit- rakit  ke hulu

                  Berenang-renang ke tepian
                  Bersakit-sakit dahulu
                  Bersenang-senang kemudian
-          Rima akhir, yaitu rima apabila kata-katanya berima terletakdi akhir kalimat.
Pantun di bawah ini memperlihatkan ketiga macam rima (awal, tengah, akhir)sekaligus
Dari mana punai melayang
Dari  sawahturun ke padi
Dari mana kasih sayang
Kata me-layang dan sayang, padi dan hati terdapat pada akhir kalimat .
-          Rima tegak, yaitu rima yang apabila kata-katanya berima terletak di baris-baris yang berlainan.
Misalnya : Kejahatan diri sembunyikan
                  Kebajikan diri diamkan
-          Rima datar, yaitu rima yang apabila kata-katanya berima terletak di baris yang sama.
Misalnya : Air mengalir mengilir sungai
-          Rima sejajar, yaitu rima yang apabila sepatah kata di pakai berulang-ulang dalam kalimat yang beruntun
Misalnya : Dapat sama laba
                 Cicir sama rugi
-          Rima berpeluk/ rima paut, yaitu apabilabaris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga dengan pola a-b-b-a.
Misalnya : Bersabung kilat di ujung langit         (a)
                   Gemuruh guruh berjawab-jawaban  (b)
                   Bertangkai hujan dicurah awan         (b)
                   Mengabut sabut sebagai dibangkit     (a)
-          Rima berselang, yaitu rima yang letaknya berselang-selang dengan rumus: a-b-a-b, c-d-c-d.
misalnya : Waktu masih muda dewasa          (a)
                    Nyala gembira masih dikandung  (b)
                   Sungai mengalir gagah perkasa    (a)
                   Gagap gembita di celah gunung    (b)
-          Rima rangkai, yaitu apabila kata-kata yang berima terdapat  pada kalimat-kalimat yang beruntun dengan pola: a-a-a-a, b-b-b-b.
Misalnya : Hatiku rindu bukan kepalang,                   (a)
                    Dendam berahi berulang-ulang,             (a)
                   Air mata bercucur selang-menyelang      (a)
                   Mengenangkan adik kekasih abang         (a)

                  Diriku lemah anggotaku layu                    (b)
                  Rasakan cinta bertalu-talu,                                   (b)
                  Kalau begini datangnya selalu                  (b)
                  Tentulah kakanda berpulang dahulu.       (b)
-          Rima bebas, yaitu rima yang tidak memenuhi kaidah-kaidah yang sudah ada atau tidak berima
-          Euphony, yaitu rangkaian bunyi yang harmonis dan enak didengar .
Misalnya : Jadilah pelopor, jangan jadi pengekor
-          Cacophony, yaitu rangkaian bunyi yang berat menekan, mencekam, mengerikan, yang menunjukkan kesuraman, kekelaman, keseraman, seolah - olah seperti suara desau atau burung hantu.
Misalnya : Tuhanku
                    Dalam termangu
                   Aku masih menyebut namaMu.
                   Tuhanku
                  Aku hilang bentuk
                  Remuk
2.      Ritma
Ritma berasal dari Yunani “ rheo” , yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus menerus, dan tidak putus-putus. Sehingga dapat menimbulkan daya magis yang semakin kuat apabila mengandung ritma. Slamet Muljana (dalam Waluyo, 1991:94) menyatakan, “ Ritma merupakan pertentangan bunyi tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur, dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan,”
Ritma atau irama sangat berhubungan dengan pengulangan bunyi kata, rasa dan kalimat . Ritma berarti pengantian keras/ lembut, tinggi/ rendah atau panjang/pendek suara secara berulang - ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi.
3.      Metrum
Setelah memahami tentang rima dan ritma, maka dibawah ini akan dibicarakan tentang metrum. Metrum merupakan pengulangan tekanan kata yang tetap dan bersifat statis. Suku kata dalam puisi biasanya diberi tanda (-) yang mendapat tekanan  keras dan yang bertekanan lemah diberi tanda (ᴗ).
Dalam sastra lama mertum itu terdiri dari :
a.       Jambe     : ᴗ-/ ᴗ-
b.      Troche    : -ᴗ/ -ᴗ
c.       Dactylus : -ᴗᴗ/ -ᴗᴗ
d.      Anapes   : ᴗᴗ-/ ᴗᴗ-
-          Keterangan : -  berarti arsis ( keras )
 ᴗ berarti thesis ( lunak)
F.Tata wajah (Tipografi)
Waluyo (1991:97) menyatakan tipografi adalah pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama . Dalam puisi mutakhir banyak ditulis puisi yang mementingkan tata wajah, bahkan penyair berusaha menciptakan puisi dengan gambar. Hal itu dapat dilihat lebih jelas pada puisi-puisi kontemporer, karena tipografi itu dipandang begitu penting.
Tipografi memang merupakan unsur luar dalam pembentukan suatu puis, unsur dalamnya ialah kata. Namun, demikian masalah tersebut perlu juga diperhatikan dalam melihat suatu puisi, karena pada kenyataannya cukup banyak penyair yang memanfaatkan unsur tipografi sebagai mendukung maksud puisi yang disajikan. Hal ini bertujuan membantu para pembaca untuk mengetahui makna yang disampaikan oleh penyair melalui puisinya . penyair menyampaikan makna sesuai dengan bentuk-bentuk puisi di gambarkan . seperti contoh penyair membentuk bentuk Salib, Pohon Natal, lilin dalam lingkaran dan ada juga yang berbentuk zig-zag .
Contoh :
t
ttt
rrrrr
rrrrrrr
eeeeeeeeee
???
Kata yang hendak dinyatakan dalam puisi ini hanyalah “ Tree “ namun karena membentuk gambar Pohon Natal, maka pembaca mengetahui bahwa yang dimaksud penyair adalah Pohon Natal. Tipografi terdiri atas dua bagian yaitu :
1.      Tata wajah non – konvensional (tidak mengikuti aturan).
Contoh : Bentuk zig – zag

Kawin
            kawin
                        kawin
                                    kawin
                                                kawin
                                                            ka
                                                    win  
                                                ka
                                         win
                                      ka
                              win
                           ka
                   win
                ka
                  winka
                              winka
                                          winka
                                                      sihka
                                                                 sihka
                                                                            sihka
                                                                                       sih
                                                                                 ka
                                                                            sih
                                                                        ka
                                                                  sih
                                                              ka
                                                        sih
                                                    ka
                                              sih
                                          ka
                                                sih
                                                     sih
                                                               sih
                                                                    sih
                                                                           sih
                                                                                ka
                                                                                     ku

                                                                                    (Sutardji calzoom Bachri, 1983)
Tipografi puisi Sutardji Calzoom Bachti berjudul “Tragedi Winka dan Sihka “  ditulis berbentuk zig-zag, karena penyair mempunyai maksud tertentu dengan membalik kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak bermakna diberi makna, dan sudah bermakna diberi makna diberi makna baru. Maju mundurnya baris dan maju mundurnya pernyataan mengandung maksud tersendiri .
Puisi di atas berjudul “ Tragedi Winka dan Sihka “ , pembaliakn kata/kawin/ menjadi /winka/ dan kata /kasih/ menjadi /sihka / mengandung makna bahwaa perkawinan antara suami istri itu berantakan dan kasih antara suami istri berbalik menjadi  kebencian. Dapat ditarik kesimpulan bahwa baris-baris puisi yang membentuk zig-zag mengandung makna terjadinya kegelisahan dalam perjalanan perkawinan.
2.      Tata wajah konvensional (apa adanya tampak membentuk gambar atan bentuk tertentu lainnya .
Contoh :                     
                        KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu

Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kukak yang ditembak mati
Siang itu
                                                                                    (Taufik Ismail 1966)
Puisi tersebut disampaikan penyair tanpa membentuk gambar atau puisi itu disampaikan apa adanya .
2. Struktur Batin
      Struktur batin puisi adalah medium untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan penyair. Struktur batin puisi terdiri atas 4 bagian, yakni :
A.    Tema (Sense)
Setiap puisi pasti mengandung suatu pokok persoalan yang hendakdikemukannya.  Pokok persoalan yang hendak dikemukakan tersebut itulah yang  merupakan: “Tema merupak gagasan pokok atau subject matter yang dikemukakan penyair”.
Dalam menulis puisi pokok persoalan itu mendesak jiwa penyair dengan kuat sehingga menjadi landasan utama dalam menulis puisi. Jika desakan yang kuat itu  berupa hubungan antara penyair dengan Tuhan, maka puisinya bertemakan keTuhanan. Jika desakan yang kuat itu berupa belas kasihan atau kemanusiaan maka puisinya bertemakan kemanusiaan. Jika desakan itu adalah protes daan kritik sosial. Perasaan cinta atau patah hati yang kuat juga dapat melahirkan tema cinta atau kedukaan hati karena cinta.
Contoh:           Kembang Setengah Jalan

Mejaku hendak dihiasi
Kembang  jauh dari gunung
            Kau petik sekarangan kembang
            Jauh jalan panas hari
            Bunga lanyu setengah jalan
                       
            (ARMYN PANE )
Setelah kita membaca puisi di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tema puisi tersebut adalah” sesuatu yang tak sampai “ .
B.     Rasa ( Feeling )
Dalam menciptakan puisi suasana persaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Menurut Situmorang (1981: 13), rasa (feeling) adalah “ sikap penyair terhadap subject matter atau pokok persoalan yang terdapat di dalam puisinya”. Setiap orang mempunyai sikap, pandangan, watak tertentu dalam menghadapi sesuatu. Misalnya waktu berhadapan dengan pengemis, si A mungkin menghadapinya dengan sifat antipati sedangkan si B dengan simpati. Hal ini sejalan dengan pendapat H.G Tarigan (1984: 11) yang menyatakan : “Rasa atau feeling adalah “ The poet’s attitude toward his subject matter”, yaitu sikap sang penyair terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya .
Contoh :          Karangan Bunga
                        Tiga anak kecil
                        Dalam langka malu-malu
                        Datang kesalemba
                        Sore itu           
                                                                                    (Taufik Ismail, 1966)
            Pada puisi (karangan bunga ) di atas dapat kita lihat bagaimana perasaaan terharu penyair terhadap peristiwa gugurnya pahlawan.
C.     Nada (Tone )
Menurut H.G Tarigan (1984:17-18) yang dimaksud dengan nada dalam dunia perpuisian adalah “ sikap sang penyair terhadap pembacanya atau dengan perkataan lain sikap penyair terhadap para penikmat karyanya”.
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir atau bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair inilah yaang disebut dengan nada puisi, hal ini sesuai dengan pendapat Situmorang (1981: 14) yang menyataakan: “ Tone atau nada adalah sikap penyair terhaadap pembaca atau penikmat karyanya pada umumnya .”
Contoh :
Nada kagum misalnya terdapat dalam puisi “ Perempuan-Perempuan Perkasa” oleh Hatono Andang Jaya dan puisi “ Diponegoro” oleh Chairil Anwar.
D.Amanat (Intention)
            Menurut Waluyo (1991:130), “ Tujuan/amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya”. Selanjutnya Supriadi (1993:351) menyatakan: “Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca/pendengaran atau penonton”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui puisi .
2.4. Riwayat Hidup Pengarang
1. Riwayat hidup W.S. Rendra
            Rendra lahir di solo tanggal 7 Nopember 1935 dari keluarga Katolik. Nama lengkapnya Wilibrodus Surendra Rendra, ia adalah putra Pak Broto Atmojo, guru SMA St.Yosef Surakarta. Sejak sekolah rendah mendapat pendidikan di sekolah katolik. Setamat SMA di Solo,ia melanjutkan studinya di Fakultas Sastra Jurusan Sastra Barat di Universitas Gajah Mada Yogyakarta sampai mendapat gelar sarjana muda sastra.
     
    Awal menciptakan karya sastra sejak tahun 1954 berupa sajak, cerpen, drama, kritik, dan esai, yang dibuat dalam berbagai majalah, seperti kisah, budaya, basis dan lain-lain. Pada tahun yang sama 1954 mengikuti seminar sastra di Harvard University selama dua bulan. Pada tahun 1964 ia berangkat ke Amerika Serikat untuk memperdalam studi bidang drama pada American Acedemic of Dramatical Arts (AADA) dan mendapat bea siswa untuk belajar drama. Tahun 1967 kembali ke Tanah Air. Di Nederland pada tahun 1971 dan 1978 Rendra dua kali mengikuti Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Nederland. Sejak tahun 1968 ia mendirikan Bengkel Teater, tetapi karena pementasan-pementasannya yang bernada kritik, maka ia dilarang berpentas pada tahun 1978. Namun akhir-akhir ini Rendra sudah diijinkan untuk membaca puisa dan mementaskan drama.

      Rendra juga pernah mendapat hadiah pertama dalam sayembara mengarang drama yang diadakan oleh Bagian Kesenian  P dan K Yogyakarta 1954 dengan dramanya “ Orang-Orang di Tikungan Jalan.” Mendapat hadiah sastra 1955/1956 yang diadakan oleh BMKN, tahun 1957 untuk kumpulan sajaknya “Ballada Orang-Orang Tercinta.” Dalam tahun 1958 memenangkan hadiah majalah untuk cerita pendeknya yang termuat dalam majalah itu.

    Sajak-sajak Rendra pada hakekatnya adalah balada-balada jika didasarkan atas prses terciptanya sajak-sajaknya, maka kumpulan sajak Rendra dapat diklasifikasikan menjadi 3 periode yakni (1) periode Solo-Jogya yang juga dapat dinyatakan sebagai periode romantik, (2) periode New York yang dinyatakan  sebagai periode pemberontakan moral, (3) periode Jakarta yang dapat dinyatakan sebagai periode pampflet ekonomi.

     Dalam puisinya, Rendra juga mengetengahkan pengaruh Jawa dalam puisi-puisinya yang ditulis pada awal kepenyairannya. Seperti cerita Rakyat Paman Doblang, Nyai Roro Kidul dapat kita hayati dalam sajak-sajak Rendra. Karena pada waktu itu, dia masih seorang pemeluk agama katolik yang baik, maka nada-nada kekatolikan juga nampak, seperti lukisan tentang  malaikat, altar, sakramen, Kristus dan sebagainya. Dalam puisi-puisi Rendra kekatolikannya itu dilatarbelakangi alam kejiwaan.

2. Riwayat Hidup Rustam Effendi
Rustam Effendi adalah salah seorang perintis pembaharuan lahirnya pujangga baru. Lahir di Sumatera Barat tahun 1903. Belajar di Kweek School Bukit Tinggi, Hogere Kweek School Bandung kemudian memperoleh Hoofdocte di negeri Belanda.
Dia menjadi anggota Tweede Kamer sebagai wakil partai komunis di negeri Belanda (1936-1946). Setelah keluar dari partai komunis kembali ke tanah air, lalu menggabungkan diri dengan  Tan Malaka.
Rustam Effendi mempunyai sikap nasionalisme yang tinggi. Ia merindukan kebebasan bangsanya dari penjajahan Belanda. Rustam Effendi mulai menulis pada tahun 1924 dengan bukunya yang berjudul  Bebasari. Kemudian disusul dngan buku yang berjudul percikan permenungan (1926).
Bebasari adalah drama bersajak yang dengan kuat melukiskan keinginan yang kuat dari penyair untuk bebas dari penjajahan Belanda. Keinginan akan kebebasan itu dilambangkan dengan tokoh termuda yang dalam perjalanan hidupnya berusaha untuk membebaskan kekasihnya yang berada dalam keserakahan seorang raksasa.
Buku kedua yang berjudul “Percikan Permenungan” yang merupakan kumpulan sanjak. Dalam puisi-puisinya, Rustam Effendi menunjukkan kemauannya yang kuat untuk lepas dari ikatan puisi lama, yakni ikatan pantun dan syair.
Hasil karyanya :
1. Percikan permenungan, kumpulan sanjak (1927)
2. Bebasari, drama puisi yang symbolis (1924)
3. Balada anak tercinta











                                                       BAB III

                                  METODOLOGI PENELITIAN
3.1  Metode Penelitian
Metode penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam suatu penelitian agar bertujuan dapat tercapai. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Setiap peneliti dapat memilih salah satu metode dari berbagai metode yang ada sesuai dengan tujuan, sifat objek, sifat ilmu atau teori yang mendukungnya. Dalam penelitian objeklah yang menentukan metode yang digunakan (Koentjaranigrat, 1977:17).
Sesuai dengan uraian di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan dan deskriptif analisis. Metode kepustakaan digunkan dengan membaca buku-buku referensi yang ada hubungannya dengan pengarang dan hasil karya sastranya. Sedangkan metode deskriptif-analisis digunakan untuk memberikan pendeskripsian serta pembahasan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang menjadi sumber penelitian berlangsung.
Dengan penggunaan metode deskriptif-analisis tersebut, maka peneliti menganalisis perbandingan struktur fisik dan struktur batin yang terdapat pada puisi “Lautan” karya W.S.Rendra dan Rustam Effendi. Sehingga metode yang digunakan pada saat penelitian ini berlangsung,merupakan cara untuk menunjukkan dan menganalisis  fakta-fakta yang terdapat dalam karya satra yang akan diteliti.
3.2.Pengumpulan Data  
Sejalan dengan metode kepustakaan dan deskriptif, maka pengumpulan data digunakan penulis sebagai bahan penelitian ini dilakukan dengan cara mencatat semua informasi yang berkaitan dengan objek yang diteliti melalui buku-buku referensi yang terdapat di perpustakaan.
Dengan mengetahui informasi melalui buku-buku di perpustakaan akan mempermudah mengidentifikasi data-data yang dibutuhkan sebagai bahan analisis untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti dalam penelitian ini.
Secara khusus sesuai dengan masalah dan tujuan yang diharapkan melalui penelitian ini, maka penulis mengumpulkan data melalui karya W.S. Rendra dan Rustam Effendi.
3.3 Pengolahan Data
Pengolahan data bertujuan untuk mengungkapkan proses pengorganisasian dan pengurutan data-data dalam kategori dan satuan uraian. Sehingga dapat ditemukan pokok persoalan yang dipermasalahkan dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang dilengkapi dengan data-data pendukungnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui analisis konteks. Anlisis ini dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sesuai dengan unsur-unsur yang menyatu dan menyeluruh. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan suatu analisis atau pengolahan data yang terarah dan sesuai dengan apa yang diharapkan peneliti.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Peneliti membaca puisi yang akan dianalisis secara berulang-ulang.
2. Peneliti menetapkan butir msasalah yang akan dianalisis serta menentukan data urutannya.
3. Peneliti menganalisis satu persatu masalah yang telah ditentukan sesuai dengan urutannya.
4. Peneliti menyimpulkan hasil analisis dengan mereduksikan kembali konsep yang telah disusun secara lebih cermat, lengkap,sistematis, dan rapi.
3.4. Sumber Penelitian
Adapun yang menjadi sumber penelitian ini adalah puisi W.S. Rendra dan Rustam Efendi yang berjudul “Lautan”. Kedua puisi ini dipilih karena peneliti merasa tertarik untuk memperbandingkan serta ingin mengetahui struktur fisik dan struktur batin yang terdapat dalam kedua puisi tersebut.



BAB IV
PEMBAHASAN

            Adapun yang akan dianalisis pada pembahasan ini adalah struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dengan puisi “Lautan” karya Rustam Efendi.

4.1 Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” karya W. S. Rendra
LAUTAN

Daratan adalah rumah kita
dan lautan adalah kebebasan
Langit telah bersatu dengan samudera
dalam jiwa dan dalam warna

Ke segenap arah
berlaksa-laksa hasta
di atas dan di bawah
membentang warna biru muda
tanpa angin
mentari terpancang
bagai kancing dari tembaga
Tiga buah awan yang kecil dan jauh
berlayar di langir dan di air
bersama dua kapal layar
bagai sepasang burung camar
dari arah yang berbeda
Sedang lautan memandang saja
lautan memandang saja

Di hadapan wajah lautan
nampak diriku yang pendusta
Disini semua harus telanjang
bagai ikan di lautan
dan burung di udara
Tak usah bersuara !
Janganlah bersuara !

Daratan adalah rumah kita
Dan lautan adalah rahasia
W. S. Rendra

4.1.1 Analisis Struktur Global Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra
            Puisi lautan karya Rustam Effendi menggunakan kata lautan yang melambangkan suatu kebebasan. Penyair ingin menyampaikan bahwa dalam melaksanakan aktivitasnya manusia menikmati kebebasan dan kerahasiaan. Tetapi, akibat kebebasan itu manusia sering melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Oleh karena itu penyair tidak ingin melihat kemunafikan dan keburukan ditutup-tutupi melainkan, penyair menginginkan supaya kebebasan itu dinikmati dengan penuh keterbukaan seperti lautan bebas.
Bait I        : Menceritakan bahwa setiap manusia berhak melakukan aktivitasnya dengan penuh kebebasan. Dalam melaksanakan aktivitas tersebut kebebasan dan kerahasiaan telah menyatu dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Bait II      : Menceritakan bahwa kebebasan itu ada dimana-mana dan menjadi milik semua orang serta hadir memberi berbagai harapan. Apapun tidak menjadi penghalang karena kebebasan selalu beriring dengan kehidupan manusia.
Bait III     : Menceritakan bahwa akibat kebebasan itu manusia sering tergoda untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang tidak baik, yang datang dari berbagai aspek kehidupan. Sehingga manusia sering menghadapi berbagai masalah.
Bait IV     : Menceritakan di hadapan kebebasan, semua rahasia harus ditelanjangi bagai ikan dilautan dan bagai burung di udara, Artinya penyair mengharapkan agar segala perbuatannya yang baik maupun yang buruk harus diakui dan disadari siapa dirinya sebenarnya yang tidak luput dari berbagai kesalahan.

Bait V      : Penyair menceritakan bahwa daratan memang tempat manusia melakukan aktivitasnya dan menekankan kebebasan telah menyatu dengan kerahasiaan.



4.1.2 Analisis Struktur Fisik Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra
1.      Diksi
Diksi adalah pilihan kata yang diusahakan oleh penyair dengan secermat dan seteliti mungkin. Diksi yang terdapat pada puisi “Lautan” yang digunakan penyair dalam menuangkan idenya menggunakan kata-kata puisi dan bersifat konotatif disamping menggunakan kata-kata umum yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun kata-kata yang digunakan penyair sebagai kata yang lebih khusus dan bersifat konotatif atau puitis dapat diperhatikan pada kata : lautan (bait I baris ke-1), data daratan (bait I baris ke-1), kata berlaksa-laksa (bait II baris ke-2), kata membentang (bat II baris ke-4), kata mentari (bait II baris ke-6), kata awan (bait II baris ke-1). Kata memandang (bait III baris ke-6), kata wajah (bait IV baris ke-1), kata pendusta (bait IV baris ke-2), kata telanjang (bait IV baris ke-3), kata bersuara (bait IV baris ke-6). Kata-kata di atas sengaja digunakan penyair untuk memberikan perhatian khusus serta mampu menghidupkan imajinasi para pembaca.
Sebenarnya kata-kata di atas dapat diganti dengan kata-kata lain seperti : kumpulan air, tanah, berkumpul, roh, tujuan, berpuluh-puluh ribu meter, terbuka, matahari, melihat, muka, penghalang, tidak berpakaian. Tetapi apabila kata itu diganti akan mengganggu daya gaib yang terkandung dalam puisi tersebut.
2.      Imajinasi
Bila diperhatikan dari imajinasi atau daya bayang penyair dalam puisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa penyair mempunyai imajinasi yang kuat.
Adapun imajinasi yang akan digunakan penyair dalam puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah :
a.       Imajinasi Visual (dilihat) yaitu imajinasi yang menampilkan kata atau kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair seperti dapat dilihat oleh pembaca. Dapat kita lihat pada kalimat di bawah ini.
-        Daratan adalah rumah kita (bait I baris 1)
-        Langit telah bersatu dengan samudra (bait I baris 3)
-        Kesegenap arah/berlaksa-laksa hasta/di atas dan di bawah/membentang warna biru muda (bait II baris 1, 2, 3, 4)
-        Bagai kancing dari tembaga (bait II baris 6)
-        Tiga buah awan yang kecil dan jauh (bait III baris 1)
-        Berlayar di langit dan di air (bait III baris 1)
-        Bersama dua kapal layar/bagai sepasang burung camar/dari arah yang berbeda (bait III baris 3, 4, 5)
-        Dihadapan wajah lautan/bagai sepasang burung camar/dari arah yang berbeda (bait III baris 3, 4, 5)
-        Dihadapan wajah lautan/nampak diriku pendusta (bait IV baris 1, 2)
-        Disini semua harus telanjang (bait IV baris 3)
-        Bagai ikan di lautan/dan burung di udara (bait IV baris 4, 5)
b.      Imajinasi Taktil (rasa)
Selain imajinasi visual, penyair menggunakan imajinasi taktil dalam menciptakan puisinya yang berjudul “Lautan”. Yang dimaksud dengan imajinasi taktil yaitu imajinasi seolah-olah pembaca merasakan apa yang dibacanya.
Hal itu dapat kita lihat pada :
-        Dan lautan adalah kebebasan (bait I baris 2)
-        Dalam jiwa dan dalam warna (bait I baris 4)
-        Tanpa angin/mentari terpancang (bait II baris 5, 6)
-        Sedang lautan memandang saya (bait II baris 4)
-        Dan lautan adalah rahasia (bait V baris 1)
3.      Kata Konkret
Salah satu cara pengarang untuk membangkitkan jasmani atau daya bayang para pembaca puisi adalah dengan menggunakan kata-kata yang tepat, kata-kata yang tepat, kata-kata yang konkrit yang dapat menyarankan satu pengertian menyeluruh. Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra menggunakan kata-kata konkrit seperti :
-        Lautan mengkonkritkan suatu kebebasan yang ada pada kehidupan manusia dalam melaksanakan aktivitasnya
-        Daratan mengkonkritkan tempat manusia beraktivitas untuk memenuhi kebutuhannya.
-        Kesegenap arah mengkonkritkan kebebasan ada dimana-mana, ada di setiap aspek kehidupan manusia
-        Tanpa angin mengkonkritkan suatu kebebasan yang tidak dihalangi oleh apapun
-        Diriku yang pendusta mengkonkritkan kehidupan manusia penuh dengan kemunafikan yang sering melakukan perbuatanperbuatan yang tidak baik
-        Harus telanjang mengkonkritkan kesalahan-kesalahan yang diperbuat tidak doleh dirahasiakan
-        Tiga buah awan mengkonkritkan berbagai macam perbuatan-perbuatan yang tidak baik
4.      Bahasa Figuratif
Dalam menyampaikan makna yang terkandung dalam puisinya, penyair sering menyampaikannya dengan cara yang tidak langsung. Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra kita jumpai kiasan dan lambang.
a.       Kiasan
Makna kiasan digunakan penyair dengan tujuan menciptakan efek yang lebih kaya, lebih efejtif dan lebih sugestif. Pada puisi “Lautan” ini kita jumpai makna kias seperti :
1.      Personifikasi yaitu gaya bahasa yang melukiskan sesuatu atau benda mati dapat melakukan gerakan seperti yang dilakukan makhluk hidup atau manusia. Hal itu terdapat pada :
-        Sedang lautan memandang saja (bait III baris ke-6)
-        Langit telah bersatu dengan samudra (bait II baris ke-3)
-        Tiga buah awan yang kecil dan jauh berlayar di langit dan di air (bait III baris ke-1)
2.      Perbandingan (Simile) yaitu benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengkiasannya dan digunakan kata-kata seperti laksana, bagaikan dan bak. Dapat kita lihat pada kalimat di bawah ini :
-        Mentari terpancang bagai kancing dari tembaga (bait II baris 6-7)
-        Bersama dua kapal layar bagai sepasang burung camar (bait III baris 3-4)
-        Disini semua harus ditelanjangi bagai ikan di lautan (bait IV baris    ke-4)
3.      Gaya bahasa polysindeton yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata penghubung. Hal ini dapat kita lihat pada :
-        Dalam jiwa dan dalam warna (bait I baris ke-4)
-        Tiga buah awan yang kecil dan jauh/berlayar di langit dan di air (bait III baris 1-2)
b.      Pelambangan
Dalam sebuah puisi sering digunakan pelambangan untuk memperjelas makna. Pelambangan pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dapat kita jumpai  pada :
1.      Lambang Suasana adalah suatu keadaan yang tidak dituliskan seperti apa adanya, tetapi digambarkan dengan keadaan lain. Pada puisi ini dapat kita lihat lambang suasana seperti :
-        Langit telah menyatu dengan samudra melambangkan kebebasan dan kerahasiaan telah menyatu dengan kehidupan manusia
-        Tanpa angin menari terpancang melambangkan kebebasan ada dimana-mana dan milik semua orang serta tidak dapat dihalangi oleh apa dan siapapun 
2.      Lambang Benda adalah pelambangan yang dilakukan dengan menggunakan lambang benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Lambang benda tersebut terdapat pada :
-        Kancing dari tembaga melambangkan eratnya kekuatan hubungan antara manusia dengan kebebasan
-        Kapal layar melambangkan masalah-masalah yang dihadapi manusia yang ditimbulkan kebebasan
3.      Lambang Warna adalah pelambangan yang dilakukan dengan menggunakan lambang warna untuk mengungkapkan perasaan penyair. Lambang warna dapat kita lihat pada :
-        Warna biru muda melambangkan pengharapan/harapan



5.      Versifikasi
Berbicara tentang versifikasi adalah berbicara tentang rima, ritma dan metrum. Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat versifikasi seperti :
a.       Rima
Rima adalah pengulangan bunyi yang terdapat pada puisi. Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat rima bebas yaitu rima yang tidak memenuhi kaidah-kaidah yang sudah ada. Hal ini dapat kita lihat pada :
LAUTAN
Daratan adalah rumah kita                         (a)                   
dan lautan adalah kebebasan                                 (b)
Langit telah bersatu dengan samudera       (a)
dalam jiwa dan dalam warna                                  (a)

Ke segenap arah                                         (a)
berlaksa-laksa hasta                                                (b)
di atas dan di bawah                                               (a)
membentang warna biru muda                    (b)
tanpa angin                                                             (c)
mentari terpancang                                                 (d)
bagai kancing dari tembaga                                    (b)

Tiga buah awan yang kecil dan jauh                       (a)
berlayar di langir dan di air                                    (b)
bersama dua kapal layar                             (b)
bagai sepasang burung camar                    (b)
dari arah yang berbeda                              (c)
Sedang lautan memandang saja                  (c)
lautan memandang saja                              (c)
Di hadapan wajah lautan                            (a)
nampak diriku yang pendusta                                 (b)
Disini semua harus telanjang                                  (c)
bagai ikan di lautan                                                (a)
dan burung di udara                                               (b)
Tak usah bersuara !                                                (b)
Janganlah bersuara !                                              (b)

Daratan adalah rumah kita                         (a)
Dan lautan adalah rahasia                         (a)
W. S. Rendra
b.      Metrum merupakan pengulangan tekanan kata yang tetap dan bersifat statis. Metrum yang terdapat pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra ialah :
LAUTAN
Daratan adalah rumah kita
dan lautan adalah kebebasan
Langit telah bersatu dengan samudera
dalam jiwa dan dalam warna

Ke segenap arah
berlaksa-laksa hasta
di atas dan di bawah
membentang warna biru muda
tanpa angin
mentari terpancang
bagai kancing dari tembaga
Tiga buah awan yang kecil dan jauh
berlayar di langir dan di air
bersama dua kapal layar
bagai sepasang burung camar
dari arah yang berbeda
Sedang lautan memandang saja
lautan memandang saja

Di hadapan wajah lautan
nampak diriku yang pendusta
Disini semua harus telanjang
bagai ikan di lautan
dan burung di udara
Tak usah bersuara !
Janganlah bersuara !

Daratan adalah rumah kita
Dan lautan adalah rahasia
W. S. Rendra
6.      Tipografi (Tata Wajah)
Tipografi (tata wajah) adalah pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Tipografi yang terdapat puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah Tipografi yang konvensional karena puisi tersebut ditulis apa adanya tanpa membentuk gambar atau bentuk tertentu lainnya.
Tipografi (tata wajah) puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah sebagai berikut :


LAUTAN
Daratan adalah rumah kita
dan lautan adalah kebebasan
Langit telah bersatu dengan samudera
dalam jiwa dan dalam warna

Ke segenap arah
berlaksa-laksa hasta
di atas dan di bawah
membentang warna biru muda
tanpa angin
mentari terpancang
bagai kancing dari tembaga
Tiga buah awan yang kecil dan jauh
berlayar di langir dan di air
bersama dua kapal layar
bagai sepasang burung camar
dari arah yang berbeda
Sedang lautan memandang saja
lautan memandang saja

Di hadapan wajah lautan
nampak diriku yang pendusta
Disini semua harus telanjang
bagai ikan di lautan
dan burung di udara
Tak usah bersuara !
Janganlah bersuara !

Daratan adalah rumah kita
Dan lautan adalah rahasia
W. S. Rendra
4.1.3 Analisis Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra
Berbicara tentang struktur batin, penulis akan membahas tentang makna yang hendak disampaikan penyair melalui puisinya. Struktur batin puisi terdiri dari empat bagian, yaitu : tema, rasa, nada, dan amanat. Struktur batin puisi “Lautan” karya      W. S. Rendra di bawah ini akan dianalisis satu persatu.
1.      Tema
Tema adalah pokok pikiran atau persoalan yang hendak disampaikan penyair pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat tema “Kebebasan dan kerahasiaan adalah milik semua orang dalam melaksanakan aktivitasnya”. Hal ini terdapat pada bait I, II yang menyatakan :
Bait I : Daratan adalah rumah kita
dan lautan adalah kebebasan
Langit telah bersatu dengan samudera
dalam jiwa dan dalam warna

Dimana menceritakan bahwa setiap manusia berhak melakukan aktivitasnya dengan penuh kebebasan. Dalam melaksanakan aktivitas tersebut kebebasan dan kerahasiaan telah menyatu dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Bait II :            Ke segenap arah
berlaksa-laksa hasta
di atas dan di bawah
membentang warna biru muda
tanpa angin
mentari terpancang
bagai kancing dari tembaga

Menceritakan bahwa kebebasan ada dimana-mana dan menjadi milik semua orang serta hadir memberi harapan. Adapun tidak menjadi penghalang karena kebebasan selalu beriring dengan kehidupan manusia.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tema puisi itu adalah :
Kebebasan dan kerahasiaan adalah milik semua orang dalam melaksanakan aktivitasnya
2.      Rasa
Rasa adalah sikap penyair terhadap objek persoalan yang terdapat dalam puisi. Sesuai dengan tema tersebut di atas maka rasa pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah : geram dan benci. Hal ini disampaikan karena penyair tidak ingin melihat orang-orang munafik yang menyalahgunakan kebebasan. Ia ingin supaya pembaca seperti lautan yang penuh keterbukaan dan kebebasan dalam melakukan aktivitas selama sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain, seperti ikan di lautan dan burung di udara. Hal itu dipertegas pada bait IV sebagai berikut :
Di hadapan wajah lautan
nampak diriku yang pendusta
Disini semua harus telanjang
bagai ikan di lautan
dan burung di udara
Tak usah bersuara !
Janganlah bersuara !
3.      Nada
Jika diperhatikan nada atau sikap penyair terhadap pembaca sesuai dengan pokok pikiran yang disampaikan maka pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah : kritik terhadap penyalahgunaan kebebasan. Hal ini terdapat pada bait IV yang menyatakan :
Di hadapan wajah lautan
nampak diriku yang pendusta
Disini semua harus telanjang
bagai ikan di lautan
dan burung di udara
Tak usah bersuara !
Janganlah bersuara !
4.      Amanat
Setelah mengetahui tema, rasa dan nada maka dapat diketahui bahwa yang menjadi amanat yang disampaikan penyair melalui puisinya yang berjudul “Lautan” adalah agar pembaca tidak menyalahgunakan kebebasan dan kerahasiaan dalam melaksanakan aktivitasnya, serta tidak menyia-nyiakannya karena kebebasan dan kerahasiaan milik semua orang untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.



4.2 Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
LAUTAN
                                    Terdengar derai ombak bercerai
                                    Terhampar ke pantai terurai
                                    Mengaum deram-derum lautan
                                    Walaupun dihadapan malam yang kelam

                                    Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilan
Demikian konon lautan hidup
Bergabung ombak sebelah keluar
Bercatur rasain senang dan sukar
Bagaimanakah artinya rahasia hidup ?
Apakah wujud manusia bernyawa ?
Seorang pun tiada mungkin terduga
Karya : Rustam Effendi

4.2.1 Analisis Struktur Global Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
            Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi, penyair menggunakan kata lautan sebagai lambang kerahasiaan hidup manusia. Penyair ingin menyampaikan bahwa setiap manusia mempunyai permasalahan dan juga mempunyai rahasia hidup sesuai dengan perjalanan hidupnya. Jika memperhatikan tingkah laku seseorang kita hanya dapat melihat dari luar saja, tanpa mengetahui apa sebenarnya yang ada di dalam hatinya yang menjadi rahasia hidupnya. Sebesar apapun rahasia seseorang jika menutup diri terhadap orang lain, maka masalah atau rahasia hidupnya tidak diselesaikan.
Untuk lebih jelasnya puisi tersebut akan diparapfrasekan seperti di bawah ini :
Bait I      : Penyair menceritakan masalah dalam kehidupan berbagai ragam penderitaan yang datang tanpa mengenal waktu.
Bait II    : Menceritakan manusia dapat dilihat dari segi lahirnya tetapi sukar diduga bagaimana jiwa dan rahasia hidupnya.
Bait III   : Menceritakan dalam perjalanan hidup, manusia harus merasakan suka dan duka.
Bait IV   : Menceritakan bahwa seseorang tidak dapat menduga rahasia hidup setiap manusia.

4.2.2 Analisis Struktur Fisik Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi          
Seperti yang telah diutarakan pada bab terdahulu bahwa struktur fisik terdiri dari enam bagian, yaitu : diksi, pengimajian, kata konkrit, bahasa figuratif, versifikasi, dan tipografi. Untuk lebih mengetahui keenam unsur tersebut pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi penulis akan menganalisisnya satu per satu.
1.      Diksi
Adapun diksi yang digunakan penyair pada puisi ini adalah kata lautan (bait I baris ke-3), kata ombak (bait I baris ke-1), kata kelam (bait I baris ke-3), kata menyilam (bait I baris ke-3), kata bersabung (bait III baris ke-2), kata bercatur rahasian (bait III baris ke-3), kata alun (bait I baris ke-2). Jika kata-kata yang digunakan penyair diganti dengan kata-kata lain atau kata yang semakna menjadi : kumpulan air yang sangat luas, gelombang, gelap, menghilang, berlaga, bercampur rasa, gelombang. Maka akan mengurangi gaya gaib yang terdapat dalam puisi tersebut. Dan jika penempatan kata-kata dalam baris puisi dibolak-balik atau dilakukan pergantian urutan kata akan merusak konstruksi puisi tersebut.
2.      Imajinasi
Imajinasi adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdapat imajinasi sebagai berikut :
a.       Imajinasi Visual (Dilihat) yang menampilkan kata atau kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair seperti dapat dilihat oleh pembaca. Imajinasi visual yang terdapat dalam puisi “Lautan” karya Rustam Effendi   adalah :
-        Terhampar ke pantai terurai (bait baris 2)
-        Terbentang muka alun tiada (bait II baris 1)
-        Tergenang segera tiada terduga (bait II baris 2)
-        Menyanan air dalam arusan (bait II baris 3)
-        Bersabung ombak sebelah keluar (bait III baris 2)
b.      Imajinasi Auditif (pendengaran) yaitu penciptaan ungkapan oleh penyair sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan penyair. Imajinasi auditif yang terdapat dalam puisi “Lautan” karya Rustam Effendi  adalah :
-        Terdengar derai ombak bercerai (bait I baris 1)
-        Mengaum deram-deram lautan (bait I baris 3)
c.       Imajinasi Taktil (Perasaan) adalah penciptaan ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca terpengaruh perasaannya. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi dapat kita lihat imajinasi taktil seperti :
-        Walaupun di dalam malam yang kelas (bait I baris 1)
-        Satupun yang mungkin dapat menyilam (bait I baris 4)
-        Bagaimanakah artinya rahasia hidup (bait IV baris 1)
3.      Kata Konkret
Untuk membangkitkan imajinasi pembaca maka kata-kata harus diperkonkrit. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyarankan pada arti yang menyeluruh.
Adapun kata konkrit yang terdapat pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah :
-        Derai ombak mengkonkritkan masalah-masalah yang dihadapi seseorang
-        Alun tiada mengkonkritkan banyak masalah tetapi tidak dapat diketahui orang lain
-        Menyilam mengkonkritkan membantu menyelesaikan masalah
-        Bersabung ombak mengkonkritkan dalam kehidupan manusia suka dan duka selalu beriringan
-        Bercatur rasain mengkonkritkan dalam kehidupan manusia suka dan duka selalu beriringan
-        Menyanam air dalam arusan mengkonkritkan menyimpan sendiri masalah-masalah yang dihadapi
4.      Bahasa Figuratif
Dalam menyampaikan makna yang terkandung dalam puisinya penyair sering menyampaikan dengan cara tidak langsung. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi kita jumpai kiasan dan lambang.


a.       Makna Kiasan
Makna kiasan digunakan penyair dengan tujuan menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif dan lebih sugestif.
Pada puisi “Lautan” kita jumpai makna kias seperti :
1.      Personifikasi adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu atau benda mati dapat melakukan gerakan seperti yang dilakukan makhluk hidup atau manusia. Hal ini dapat diperhatikan pada :
-        Terdengar derai ombak bercerai (bait I baris ke 4)
-        Mengaum derum-derum lautan (bait I baris ke 3)
-        Bersabung ombak sebelah keluar (bait III baris ke 2)
2.      Retoris yaitu gaya bahasa yang berbentuk pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban. Gaya bahasa ini dapat kita lihat pada :
-        Bagaimanakah artinya rahasia hidup ? (bait IV baris ke 1)
-        Apakah wujud manusia bernyawa ? (bait IV baris ke 2)

b.      Pelambangan
Pelambangan sebuah puisi sering digunakan perlambangan untuk memperjelas makna. Perlambangan pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdapat pada :
1.      Lambang bunyi yaitu makna khusus yang diciptakan oleh bunyi-bunyi atau perpaduan bunyi-bunyi tertentu. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi didominasi bunyi /e/, bunyi /o/ dan bunyi /u/ yang bernada berat atau sedih.
2.      Lambang Suasana yaitu suatu keadaan yang tidak dituliskan seperti apa adanya tetapi digambarkan dengan keadaan lain. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi dapat kita lihat lambang suasana seperti :
-        Di dalam malam yang kelas melambangkan suasana hati yang sedih
-        Satupun tak mungkin dapat menyilam melambangkan masalah yang dihadapi tidak dapat dirasakan oleh orang lain
-        Bercatur rahasiaan melambangkan suka dan duka selalu beriring dalam kehidupan manusia
3.      Lambang Benda yaitu pelambangan yang dilakukan dengan menggunakan lambang benda untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan oleh penyair. Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi dapat kita lihat lambang benda   seperti :
-        Ombak melambangkan masalah atau problem yang dihadapi manusia
-        Lautan melambangkan banyaknya rahasia hidup manusia yang tidak dapat diketahui oleh orang lain serta tidak dapat diselesaikan
-        Arusan melambangkan perasaan/hati

5.      Versifikasi
Untuk memperindah bunyi puisi harus mengandung unsur versifikasi yaitu rima, ritma dan metrum.
a.       Rima adalah pengulangan buni
Pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdapat rima cacophony yaitu keseringan munculnya bunyi yang berat, menekan, mencekam, mengerikan yang menunjukkan kesuraman yang dilambangkan bunyi /e/, /u/ dan /o/ serta konsonan sengau. Halitu dapat kita lihat pada puisi di bawah ini :
LAUTAN
                                    Terdengar derai ombak bercerai
                                    Terhampar ke pantai terurai
                                    Mengaum deram-derum lautan
                                    Walaupun dihadapan malam yang kelam

                                    Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilan

Demikian konon lautan hidup
Bergabung ombak sebelah keluar
Bercatur rasain senang dan sukar

Bagaimanakah artinya rahasia hidup ?
Apakah wujud manusia bernyawa ?
Seorang pun tiada mungkin terduga

Karya : Rustam Effendi


b.      Metrum
Metrum yang terdapat pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah :
LAUTAN
                                    Terdengar derai ombak bercerai
                                    Terhampar ke pantai terurai
                                    Mengaum deram-derum lautan
                                    Walaupun dihadapan malam yang kelam

                                    Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilam

Demikian konon lautan hidup
Bergabung ombak sebelah keluar
Bercatur rasain senang dan sukar

Bagaimanakah artinya rahasia hidup ?
Apakah wujud manusia bernyawa ?
Seorang pun tiada mungkin terduga

Karya : Rustam Effendi
6.      Tipografi
Tipografi (tata wajah) yang terdaoat pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah tipografi yang konvensional karena puisi tersebut ditulis apa adanya tanpa membentuk gambar atau bentuk tertentu lainnya. Hal itu dapat diperhatikan pada bentuk puisi tersebut di atas.
4.2.3 Analisis Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
1.      Tema
Bila memperhatikan puisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa penyair mengungkapkan tema : “Rahasia manusia sulit diduga oleh siapapun
Bait ke-II                     Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilam

Bait ke-IV                    Bagaimanakah artinya rahasia hidup ?
Apakah wujud manusia bernyawa ?
Seorang pun tiada mungkin terduga

2.      Rasa
Sejalan dengan tema yang diungkapkan enyair maka rasa yang ditampilkan penyair adalah rasa “Prihatin
Bait ke-I                      Terdengar derai ombak bercerai
                                    Terhampar ke pantai terurai
                                    Mengaum deram-derum lautan
                                    Walaupun dihadapan malam yang kelam

Bait ke-II                     Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilam

3.      Nada
Jika diperhatikan dari nada atau sikap penyair terhadap pembaca sesuai dengan pokok pikiran yang ditampilkan, maka nada yang terdapat pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah nada : “mengkritik seseorang yang selalu menutup diri terhadap orang lain
Hal ini terdapat pada bait II
                                    Terbentang muka alun tiada
                                    Tergenang segara tiada terduga
Menyanan air dalam arusan
Satupun tak mungkin dapat menyilam
4.      Amanat
Sesuai dengan tema, rasa, nada yang terdapat dalam puisi “Lautan” karya Rustam Effendi, maka yang menjadi amanat puisi tersebut adalah : “Agar para pembaca saling memperhatikan dan saling membantu dalam suka dan duka”.
Hal ini didukung oleh bait IV seperti berikut :
Bagaimanakah artinya rahasia hidup ?
Apakah wujud manusia bernyawa ?
Seorang pun tiada mungkin terduga


4.3 Perbandingan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya     W. S. Remdra Dengam Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
Pada pembahasan terdahulu telah diuraikan bagaimana struktur fisik dan struktur batin puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi untuk langkah selanjutnya penulis akan membandingkan struktur fisik dan struktur batin kedua puisi tersebut. Dengan tujuan untuk mengetahui letak persamaan dan perbedaan struktur fisik dan struktur batin kedua puisi tersebut.



4.3.1  Persamaan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra Dengan Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
1.      Persamaan Struktur Fisik
Setelah dteliti mengenai struktur fisik dari kedua puisi tersebut dapat dikaitkan, bahwa puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdapat persamaan struktur fisik pada tipografinya. Dimana kedua penyair menggunakan tipografi yang konvensional, puisinya disusun atau ditulis apa adanya tanpa membentuk gambar, atau bentuk lainnya. Selain terdapat unsur tipografi juga terapat persamaan pada unsur imajinasi, kedua-dua penyair menggunakan imajinasi visual.
2.      Persamaan Struktur Batin
Pada analisis struktur batin dari kedua-duanya puisi tersebut terdapat persamaan pada nada. Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra mengandung nada kritik terhadap kebebasan yang disalahgunakan sedangkan pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi mengandung nada mengkritik orang yang terlalu menutup diri terhadap orang lain.

4.3.2  Perbedaan Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi “Lautan” Karya W. S. Rendra Dengan Puisi “Lautan” Karya Rustam Effendi
1.      Perbedaan Struktur Fisik
Setelah menganalisis kedua-duanya puisi tersebut dari struktur fisiknya, dapat diketahui perbedaannya, terdapat pada diksi, imajinasi, kata konkrit, bahasa viguratif dan versifikasi. Dimana masing-masing penyair menyusun kelima unsur tersebut sesuai dengan versi dan ide yang disampaikan.
2.      Perbedaan Struktur Batin
Seperti telah dibahas pada pembahasan mengenai struktur batin, maka dapat kita ketahui perbedaan kedua puisi tersebut.
a.       Tema
Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat tema “kebebasan dan kerahasiaan adalah milik setiap orang dalam melaksanakan aktivitasnya”. Sedangkan pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdapat tema “rahasia hidup manusia sulit diduga oleh siapapun”.
b.      Rasa
Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat rasa “geram dan benci”. Sedangkan pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi menggunakan rasa “prihatin”.
c.       Nada
Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat pada nada “nada kritik terhadap penyalahgunaan kebebasan” karena penyair ingin pembaca hidup dengan saling memperhatikan satu sama lain sedangkan karya Rustam Effendi puisinya bernada “mengkritik para pembaca yang selalu menutup diri terhadap orang lain”.
d.      Amanat
Pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra terdapat amanat “agar tidak menyalahgunakan kebebasan dan kerahasiaan dalam melaksanakan aktivitasnya serta tidak menyia-nyiakannya karena kebebasan dan kerahasiaan milik semua orang untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik”. Sedangkan Rustam Effendi dalam puisinya mengungkapkan amanatnya adalah “Agar para pembaca saling memperhatikan dan saling membantu dalam suka dan duka



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.     Kesimpulan
Setelah memperhatikan uraian penelitian ini mulai dari pendahuluan hingga pembahasan, maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1.      Puisi adalah salah satu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran atau perasaan dengan secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
2.      Puisi mengandung unsur-unsur pembangun yang terdiri dari struktur fisik dan struktur batin. Kedua unsur ini merupakan suatu kesatuan dalam membentuk suatu makna yang akan disampaikan melalui puisi tersebut.
3.      Struktur batin yang membangun puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Effebdi terdiri dari : tema (sense), rasa (feeling), nada (tone), dan amanat atau tujuan (intention).
4.      Struktur fisik yang membangun puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi terdiri dari : diksi (diction), imajinasi atau daya bayang, kata-kata konkret, bahasa figurative, versifikasi dan tipografi.
5.      Puisi “Lautan” karya W. S. Rendra bertemakan “Kebebasan dan kerahasiaan adalah milik semua orang dalam melaksanakan aktivitasnya”. Sedangkan tema puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah rahasia hidup manusia sulit diduga oleh siapapun.
6.      Rasa atau feeling puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah rasa geram dan benci sedangkan rasa/feeling puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah prihatin.
7.      Nada yang terdapat dalam puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah nada kritik terhadap penyalahgunaan kebebasan. Sedangkan pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah nada kritik terhadap orang yang terlalu menutup diri terhadap orang lain.
8.      Amanat suatu tujuan yang ingin disampaikan W. S. Rendra melalui puisinya “Lautan” adalah mengajak agar tidak menyalahgunakan kebebasan dan kerahasiaan dalam melaksanakan aktivitas serta tidak menyia-nyiakannya karena kebebasan dan kerahasiaan milik semua orang. Sedangkan Rustam Effendu dalam puisinya mengajak agar pembaca saling memperhatikan dan saling membantu dalam suka maupun duka.
9.      Diksi atau pilihan kata yang digunakan W. S. Rendra dan Rustam Effendi tidak begitu sulit dan tidak begitu mudah dipahami.
10.  Imajinasi atau daya bayang pada puisi “Lautan” karya W. S. Rendra dan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah imajinasi visual, imajinasi taksil dan imanjinasi auditif.
11.  Kedua-dua penyair banyak menggunakan kata-kata konkret dalam puisinya dan tidak dapat digantikan dengan kata-kata lainnya. Karena bila diganti, akan merusak keindahan puisi.
12.  Makna kias yang digunakan W. S. Rendra dalam puisi “Lautan” adalah personifikasi, perbanding (simile), dan polysindeton. Sedangkan Rustam Effendi menggunakan makna kias yaitu personifikasi dan retoris. Makna lambang yang digunakan W. S. Rendra dalam puisi “Lautan” adalah lambang suasana, lambang benda, lambang warna, sedangkan puisi “Lautan” karya Rustam Effendi menggunakan lambang bunyi, lambang suasana dan lambang benda.
13.  Rima dan ritme dalam puisi “Lautan” karya W. S. Rendra adalah rima bebas sedangkan rima pada puisi “Lautan” karya Rustam Effendi adalah rima cacophony.
14.  Persamaan yang terdapat pada struktur fisik kedua-dua puisi tersebut adalah :
a.       Pada unsur imajinasi, kedua-dua puisi “Lautan” tersebut sama-sama mengandung imajinasi visual.
b.      Pada unsur tipografinya, kedua penyair menggunakan tipografi konvensional dimana puisinya disusun tanpa membantuk gambar atau bentuk tertentu lainnya.
15.  Persamaan yang terdapat pada struktur batin puisi tersebut terdapat pada unsur nada. Kedua penyair melalui puisinya sama-sama bernada mengkritik.
16.  Perbedaan yang terdapat pada struktur fisik kedua-dua puisi tersebut terdapat diksi, imajinasi, kata konkrit, bahasa viguratif dan versifikasi. Masing-masing penyair menyusun kelima unsur tersebut sesuai dengan versinya dan ide yang hendak disampaikan.
17.  Perbedaan struktur batin yang terdapat pada kedua-dua puisi tersebut terdapat perbedaan pada unsur tema, rasa dan amanat.
18.  Setiap individu seperti halnya W. S. Rendra dan Rustam Effendi mempunyai pandangan yang berbeda tentang kata “Lautan” masing-masing mereka menafsirkan sesuai dengan pandangan dan pengamatannya.

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis melalui penelitian ini menyarankan :
1.      Agar di sekolah-sekolah lebih digiatkan pengapresiasian tentang karya sastra karena merupakan salah satu pelestarian karya sastra.
2.      Kepada guru-guru bahasa Indonesia, agar pengajaran sastra dan apresiasinya lebih ditingkatkan, agar siswa memahami bahwa sastra adalah gambaran masyarakatnya.
3.      Kepada pemerintah diharapkan, agar memperhatikan alokasi waktu yang seimbang atas pengajaran karya sastra, mengingat bahwa karya sastra itu memiliki ruang lingkup yang luas dan memerlukan pemikiran yang serius serta kritis.
4.      Hendaknya pemerintah mengusahakan penyediaan buku-buku yang membicarakan tentang sastra khususnya puisi kemudian menyalurkannya ke sekolah-sekolah sebagai bahan ajar serta melengkapi perpustakaan dengan buku-buku yang berhubungan dengan sastra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar